Jumat, 28 November 2008

NASIONALISME YAHUDI DAN KRISTEN FUNDAMENTALIS


Ada satu ciri kaum fundamentalis, dari agama apapun: mereka memusuhi hidup. Hidup adalah sejenis hukuman, karena fana dan diubah waktu. Bagi mereka waktu yang berubah adalah jalan kemerosotan.. Sebab itu, mereka cegah waktu dari doktrin, tiap kalimat dalam Kitab Suci harus dipatok sebagai sesuatu yang mandeg. Bagi mereka hidup di dunia selalu terancam najis. Sebab itu Tuhan adalah suara amarah: "dari mulut-Nya keluarlah sebilah pedang tajam yang akan memukul semua bangsa". Goenawan Mohamad

Menanggapi serangan Israel akhir-akhir ini kita diantara umat Kristiani sendiri mempunyai perbedaan-perbedaan pandangan, ada yang mendukung, membiarkan, menyesalkan dan bahkan ada yang 'berani' mengutuk atau mengecam. Bagaimana seharusnya kita menyikapinya?

Membaca catatan pinggir di Majalah TEMPO edisi bulan Mei 2006 yang lalu, yang kutipannya ada diatas, saya cukup tergelitik dengan tulisan Goenawan Mohamad (GM) yang menyentil kita dengan istilah "Kristen Fundamentalis", ops… benarkah ada? Istilah ini mungkin "aneh" bagi kita. Tetapi kalau kita hayati dalam-dalam, memang ada kok golongan ini. Apakah Kristen Fundamentalis ini sama saja dengan dengan golongan Islam Fundamentalis di Indonesia? Barangkali jawabannya juga "sama", mungkin nyalinya saja yang beda. Dalam tulisannya tersebut GM yang notabene bukan seorang Kristen justru mengingatkan kita kepada ajaran Yesus yang amat terkenal yaitu "Khotbah di Bukit" yang sangat monumental itu.

Sejak tahun 1980-an, kita bisa melihat gerakan-gerakan dari beberapa aliran Kristen tertentu di Indonesia ini ikut-ikutan berorientasi fundamentalis "right or wrong Israel adalah bangsa pilihan Allah" dengan terus menekankan apa yang tertulis di Kejadian 27:29 tanpa mau melihat konteks dan ayat-ayat Alkitab dalam bagian yang lain misalnya konteks rohaniah yang ditekankan dalam Roma 2:28-29 dan Galatia 3:7-9 terlebih pada Galatia 3:29

Sikap fundamentalisme "right or wrong Israel adalah bangsa pilihan Allah" dengan sendirinya menyeret dalam konsep nasionalisme Yahudi atau lebih tepatnya disebut "Zionis Kristen". Khususnya sikap yang membenarkan apa-saja untuk tujuan 'Pembangunan Bait Allah' secara fisik yang akan dibangun di Sion atau di kota Yerusalem di daerah Palestina sana. Apakah Yesus mengajarkan demikian? Maka, untuk apa Kekristenan harus terseret pada 'nasionalisme Yahudi' yang oleh Yesus sendiri ditolak?

Kalau kita mau sedikit cermat, telah terlihat ada banyak kecenderungan membawa Kekristenan pada 'nasionalisme Yahudi' atau "Zionis Kristen"; dan ini bisa jadi merupakan rancangan dari pemerintah Israel untuk menggalang simpati dari pihak-pihak lain terhadap perjuangan mereka merebut kembali 'tanah suci Yerusalem'. Misalnya, promosi tour Holy-Land, dan hal-hal lain yang membangkitkan 'semangat Yudaisme' juga dengan dipopulerkannya lagu-lagu, tari-tarian ala Yahudi dan nubuat-nubuat yang berkenaan dengan dibangunnya kembali Bait Allah di Yerusalem.

Daya tarik ide pembangunan "Bait Allah di Yerusalem" kelihatannya cukup berhasil memikat kalangan Kristiani untuk mendukung apapun usaha Israel merebut Yerusalem sepenuhnya. Namun sebaiknya kita mengingat lagi 'blunder' yang telah dilakukan kalangan kita dengan adanya "Perang Salib" di Yerusalem pada masa lalu yang memakan waktu berabad-abad, masihkan perlu kita mendukung usaha perebutan tanah dengan berdarah-darah?. Benarkah Allah yang penuh kasih itu merestui cara kekerasan ini?

Apakah esensi dari bangunan Bait Allah di Yerusalem bagi Kekristenan? Apakah Yesus Kristus secara fisik nanti pada saat kedatanganNya yang kedua, akan bertahta disana? Tidak!. Lalu, apa perlunya kita mendukung perang mereka dan mengamini apapun yang mereka perbuat?
Andaikata Israel menang, menguasai sepenuhnya Yerusalem, dan kemudian berhasil membangun Bait Allah yang mereka idam-idamkan ini, bukankah mereka akan beribadah dengan caranya sendiri yaitu menurut cara nenek moyang mereka, dan mereka akan tetap melakukan "korban bakaran" yang dimana didalam Kekristenan diimani sudah digenapi oleh Tuhan kita Yesus Kristus dengan kematianNya diatas kayu-salib?.

Dengan demikian dalam konteks ibadah-pun kita akan senantiasa berlainan dengan orang-orang Yahudi. Agama Yahudi tidak akan menganggap Kekristenan adalah bagian dari Yudaisme, demikian juga Kekristenan bukan Yudaisme ataupun perlu dicampur-campurkan dengan Yudaisme. Anda dan saya kan tetap golongan "goyim/the gentiles" dimata mereka.

Atas nama kemanusiaan, kita seharusnya menyesalkan tindakan kekerasan dari kedua-belah pihak. Perang Israel-Palestina adalah perang yang sangat kompleks dan jangan hanya melihat Partai Hezbollah nya saja, atau kelompok Islam lain di Palestina.
Jangan lupa, ada banyak orang Kristen di Palestina dan di Libanon. Suatu keanehan jika kita membela-bela Israel dan melupakan saudara kita orang-orang Palestina yang sudah menjadi orang-orang percaya. Terlebih dari itu atas nama kemanusiaan kita juga tidak perlu memandang agama yang dianut seseorang. Maka dalam perang perebutan wilayah ini sebaiknya kita tidak terseret pada isu agama dan ras.

Bagi kita, kalangan Kristiani tidak ada esensinya mendukung Israel menguasai Yerusalem sepenuhnya. Karena konteks Yerusalem kita bukanlah kota Yerusalem yang ada di Palestina itu, tetapi Yerusalem Baru sebagaimana tertulis dalam (Wahyu 14;1-5; 21:2).

Kekristenan tidak menganut hukum Yahudi, Tuhan Yesus Kristus telah memberi ajaran yang baru yang diibaratkan "Jika pipi kananmu ditampar beri juga pipi kirimu" Hal tersebut bukan berarti Yesus mengajar jika ada kejahatan kita diamkan saja. Tetapi yang hendak ditekankan oleh Tuhan Yesus disini adalah lebih baik kita balas kejahatan itu dengan kebaikan, daripada membalas dendam. Jika kita terpaksa membela diri, maka itu jangan dilandasi dengan perasaan benci/balas dendam. Dalam ajaran ini Yesus hendak mengingatkan kita bahwa prinsip balas dendam seperti dalam Perjanjian Lama "lex talionis", yaitu "mata ganti mata, gigi ganti gigi", pada hakikatnya tidak akan menyelesaikan masalah.
Terlebih lagi Yesus Kristus memberikan kita Hukum yang baru yang dikenal dengan Hukum-Kasih.

Yudaisme adalah akar Kekristenan, betul. Perjanjian Lama (TANAKH) menjadi bagian dalam Alkitab kita, betul. Namun jangan lupa orang Yahudi tidak menganggap Kekristenan itu kontinuitas dari Yudaisme. Terlebih mereka menolak Yesus Kristus sebagai Mesias (Almasih) dan mereka sekarang ini masih menanti-nantikan Mesias yang lain. Maka tidak seharusnya hal tersebut menjadikan iman kita condong kepada Nasionalisme Yahudi (zionist) secara fisik. Iman Kekristenan menekankan hal-hal rohaniah bukan hal-hal fisik ataupun perang-perang secara fisik. Perang Israel-Palestina, bukan perang kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi supporter salah satu pihak dengan alasan Palestina itu arab/muslim, ataupun menggunakan isu-isu Zionist! Pendek kata, tak perlu kita menjadi supporter salah satunya karena sentimen keagamaan.

Arti 'Perang' bagi umat Kristiani adalah yang jelas terulis dalam 2 Korintus 10:3-6 dan Efesus 6:10-17, kutipannya sbb :
Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. (2 Korintus 10:3-4)


2 komentar:

silakan anda masukkan komentara anda,namun,kami mohon maaf kalau lama kami tanggapi komentar tersebut.